PILKADA 2024: ANTARA AJANG KORUPSI DAN PERAMPOKAN DEMOKRASI
(Fenomena Politik Uang dan Borong Partai dalam Demokrasi Lokal Indonesia)
Oleh : [Drs. H. Ma'ruf Abidin, M. Si.]
Abstrak
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Indonesia tidak hanya menjadi ajang pesta demokrasi, tetapi juga memunculkan dua fenomena kritis: politik uang dan borong partai. Artikel ini mengulas bagaimana kedua fenomena tersebut dapat mengancam esensi demokrasi. Dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif dan studi kasus, artikel ini mengeksplorasi bagaimana politik uang menciptakan potensi korupsi dalam pemerintahan, sementara borong partai menjadi tanda oligarki politik yang menggerus demokrasi. Artikel ini diakhiri dengan rekomendasi strategis untuk memperkuat pemilu yang bebas dan adil di Indonesia.
Pendahulan
Pilkada merupakan salah satu pilar demokrasi di Indonesia. Pada tahun 2024, sebanyak 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota akan melaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak. Momen ini menjadi harapan besar bagi rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin yang memiliki visi, misi, dan integritas. Namun, Pilkada juga kerap kali diwarnai oleh praktik yang merusak demokrasi, seperti politik uang dan dominasi oligarki melalui borong partai.
Fenomena politik uang telah menjadi momok dalam demokrasi lokal. Di satu sisi, pemilih terbuai oleh iming-iming uang tunai, namun di sisi lain, hal ini membuka jalan bagi calon kepala daerah untuk berorientasi pada pengembalian modal politik setelah terpilih. Fenomena ini kian diperparah dengan tren borong partai, di mana calon tunggal mendominasi kontestasi dengan memborong dukungan mayoritas partai politik. Artikel ini berupaya mengkaji dampak negatif dari kedua fenomena ini terhadap demokrasi Indonesia.
Metodologi
Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis literatur dan data sekunder. Studi kasus di beberapa daerah yang teridentifikasi dengan praktik politik uang dan borong partai akan dijadikan rujukan untuk memberikan gambaran empiris mengenai fenomena tersebut.
Pembahasan
1. Politik Uang: Jalan Menuju Korupsi
Politik uang menciptakan siklus korupsi dalam pemerintahan. Dalam teori homo economicus, setiap modal yang dikeluarkan dalam kontestasi Pilkada akan dihitung sebagai investasi. Ketika biaya kampanye melampaui batas kemampuan calon, peluang untuk melakukan korupsi terbuka lebar. Hal ini dapat berupa manipulasi proyek daerah, penyalahgunaan anggaran publik, hingga kolusi dengan pihak ketiga. Studi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa sebagian besar kasus korupsi kepala daerah berakar dari kebutuhan untuk mengembalikan modal politik mereka (Setiawan, 2022).
2. Borong Partai: Ancaman Oligarki Demokrasi*
Tren borong partai dalam Pilkada menjadi tanda berbahayanya oligarki politik di Indonesia. Dukungan dari hampir seluruh partai politik terhadap satu pasangan calon sering kali bukan hasil seleksi yang demokratis, melainkan hasil transaksi politik. Fenomena ini mengurangi pilihan politik rakyat dan merusak prinsip kompetisi yang sehat dalam demokrasi (Haryono, 2021). Selain itu, konsentrasi kekuatan pada satu paslon menciptakan potensi penyalahgunaan kekuasaan jika mereka terpilih.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pilkada 2024 menghadirkan tantangan besar bagi demokrasi Indonesia. Politik uang dan borong partai bukan hanya mencederai esensi demokrasi, tetapi juga menciptakan sistem pemerintahan yang rentan terhadap korupsi dan oligarki. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan langkah-langkah konkret, seperti:
- Memperketat pengawasan terhadap praktik politik uang dengan memperkuat peran Bawaslu dan KPK.
- Mendorong partisipasi publik dalam pemantauan Pilkada melalui teknologi digital.
- Memperbaiki regulasi terkait pembiayaan kampanye dan memperketat sanksi bagi pelanggaran etika politik.
- Mengedukasi masyarakat untuk memilih berdasarkan visi dan misi calon, bukan berdasarkan iming-iming uang.
Pilkada 2024 adalah ujian besar bagi kematangan demokrasi Indonesia. Mari kita jadikan momen ini sebagai langkah maju menuju demokrasi yang lebih bersih, adil, dan berintegritas.
Referensi :
- Haryono, D. (2021). *Oligarki Politik dan Tantangan Demokrasi di Indonesia*. Jurnal Politik Lokal, 15(2), 145-160.
- Setiawan, R. (2022). *Korupsi Kepala Daerah: Antara Ambisi Politik dan Sistem Pengawasan yang Lemah*. Jakarta: Pustaka Demokrasi.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2023). Laporan Tahunan: Korupsi dalam Pemerintahan Daerah.
Dengan harapan, Pilkada 2024 menjadi titik awal bagi terciptanya kepemimpinan yang lebih baik untuk Indonesia.