• 02 August 2025 13:42:10

Ngaji Filsafat dan Tasawuf: Memahami Hakikat Akal, Nafsu, Hati, dan Ruh


Ngaji Filsafat dan Tasawuf: Memahami Hakikat Akal, Nafsu, Hati, dan Ruh

Oleh: Tohari bin Misro

Pendahuluan

Dalam perjalanan spiritual manusia, memahami hubungan antara pikiran, akal, nafsu, hati, dan ruh adalah kunci untuk mencapai kesadaran hakiki. Pikiran merupakan sumber ilmu pengetahuan yang dapat mencerahkan hati, sementara akal menjadi pembeda antara manusia dan makhluk lainnya. Nafsu hadir sebagai tantangan yang harus dikendalikan, sedangkan hati menjadi pusat keputusan moral dan spiritual. Ruh, sebagai esensi kehidupan, berfungsi menghidupkan hati agar selalu berada dalam kebenaran.  

Pemikiran ini telah lama dibahas oleh para filsuf dan ulama tasawuf, salah satunya Imam Al-Ghazali dalam *Ihya' Ulumuddin*. Dalam kitab tersebut, Al-Ghazali menjelaskan bagaimana akal, nafsu, dan hati berperan dalam kehidupan manusia serta bagaimana cara mengelola nafsu dan amarah agar tidak menjerumuskan diri ke dalam keburukan.  

Pikiran dan Akal: Sumber Ilmu dan Cahaya Hati

Pikiran merupakan anugerah yang memungkinkan manusia merenung dan menggali ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang dapat memahami hakikat kehidupan serta menembus cakrawala pengetahuan yang lebih luas. Oleh karena itu, pikiran harus diarahkan agar menjadi pencerah hati, bukan justru menyesatkannya.  

Akal, menurut Al-Ghazali, adalah alat berpikir yang digunakan manusia untuk memperoleh ilmu. Akal memiliki kemampuan untuk menimbang dan memisahkan antara yang benar dan yang batil. Dalam pandangan filsafat Islam, akal adalah *mata hati* yang membimbing manusia dalam mengambil keputusan moral dan intelektual. Oleh karena itu, akal harus selalu dipertajam dengan ilmu dan dzikir agar tidak terjebak dalam hawa nafsu yang menyesatkan.  

Fungsi Akal Menurut Al-Ghazali

1. Alat berpikir untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.  

2. Menggunakan daya *mufakhirat* (perbandingan logis) dalam memahami realitas.  

3. Menjadi mata hati dalam membedakan kebenaran dan kebatilan.  

Nafsu: Lawan yang Harus Dikendalikan

Dalam diri manusia, nafsu hadir sebagai ujian. Al-Ghazali membagi nafsu menjadi tiga tingkatan:  

1. Nafs al-Ammarah – Nafsu yang cenderung mengajak kepada keburukan dan kesenangan duniawi.  

2. Nafs al-Lawwâmah – Nafsu yang mulai sadar dan mencela diri sendiri ketika berbuat salah.  

3. Nafs al-Muthmainnah – Nafsu yang telah mencapai ketenangan dan tunduk kepada kebenaran.  

Nafsu dapat dikendalikan dengan berbagai metode spiritual seperti berpuasa, berzikir, dan bertafakur. Pengendalian nafsu sangat penting karena jika dibiarkan, ia dapat menguasai hati dan merusak kesucian jiwa.  

Hati: Pengatur dan Penentu Keputusan

Menurut Al-Ghazali, hati adalah raja dalam tubuh manusia yang mengatur akal dan nafsu. Hati yang baik akan membawa perilaku yang baik, sementara hati yang rusak akan menyebabkan kehancuran moral.  

Peran Hati dalam Kehidupan Spiritual  

1. Mengatur dan mengarahkan seluruh anggota tubuh, termasuk akal dan nafsu.  

2. Menjadi pusat moralitas, menentukan baik dan buruknya perilaku seseorang.  

3. Dapat dikuasai oleh setan, terutama ketika manusia dalam keadaan marah dan tidak terkendali.  

Oleh karena itu, menjaga kebersihan hati menjadi hal utama dalam perjalanan spiritual. Cara untuk menjaga hati adalah dengan memperbanyak dzikir, bertafakur, dan selalu mengingat Allah dalam setiap langkah kehidupan.  

Ruh:Menghidupkan Hati dan Menerangi Jiwa

Ruh merupakan esensi kehidupan manusia. Tanpa ruh, hati akan mati, dan tanpa hati yang hidup, manusia akan kehilangan arah. Ruh harus senantiasa dijaga kesuciannya dengan mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi perbuatan yang mengotori jiwa.  

Mengatasi Nafsu dan Amarah

Al-Ghazali menyarankan beberapa metode untuk mengendalikan nafsu dan amarah agar manusia tetap berada dalam jalur yang benar:  

1. Meningkatkan kesadaran diri dengan refleksi dan introspeksi.  

2. Bertafakur dan berzikir untuk menenangkan jiwa.  

3. Berpuasasebagai sarana pengendalian diri.  

4. Belajar dan mencari ilmu untuk memperkuat akal dalam memahami kebenaran.  

5. Berkumpul dengan orang-orang saleh** agar mendapatkan bimbingan moral yang baik.  

Kesimpulan

Ngaji filsafat dan tasawuf mengajarkan bahwa manusia memiliki lima unsur penting dalam dirinya: pikiran, akal, nafsu, hati, dan ruh. Pikiran dan akal berfungsi sebagai sumber ilmu dan pencerah hati, sementara nafsu adalah ujian yang harus dikendalikan. Hati menjadi pusat keputusan moral, dan ruh menghidupkan hati agar tetap bersih dan tunduk kepada kebenaran.  

Sebagaimana diajarkan oleh Al-Ghazali, manusia harus senantiasa menjaga keseimbangan antara akal dan nafsu agar hatinya tetap berada dalam cahaya kebenaran. Dengan dzikir, tafakur, dan ilmu, manusia dapat mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi, sehingga hidupnya lebih bermakna dan dekat dengan Allah. **Wallahu a'lam.**

Kantor Kementerian Agama Kebupaten Lampung Timur

Jl. Sampoerna Jaya No.05 Desa Negara Nabung Kec. Sukadana Kab. Lampung Timur
Email : kablampungtimur@kemenag.go.id

Kontak Kami