Search

Menepis Corona

Menepis Corona

Suara jangkrik menderik memecah kesunyian malam menjadi irama syahdu menemani mimpi hingga garis batas dunia. Angin dingin menerobos masuk melalui celah dinding bambu membelai lembut wajah sosok gadis kecil bernama Arsy yang tidur dengan pulas berselimutkan jarik lusuh. Suara kentongan dari pos ronda menjadi pertanda sebetar lagi waktu subuh tiba mengusik mimpi perlahan pergi. Menyadarkan Arsy membuka matanya perlahan mengerjap Lalu menengadahkan tangan mengucap doa  bangun tidur “Alhamdulillahilladzi ahyaanaa bada maa amaatanaa wa ilaihin nushur”.

Terdengar langkah kaki perempuan setengah baya ibunya Arsy yang bernama Khasanah mengetuk pintu kamar seraya memanggil Arsy. Tampak tungku kayu bakar sudah menyala diatasnya panci sudah mengeluarkan asap tanda air mendidih. Dapur beralaskan tanah dengan sumur yang berada tidak jauh dari tungku membuat aktifitas keluarga kecil ini mulai riuh rendah sebelum subuh tiba. Bapak mengerek air untuk mengisi bak mandi dan tempat wudhu, sembari memanggil “Ibu dan Arsy airnya sudah penuh ayo wudhu dulu ….”. Arsypun menyahut ”Iya Bapak, terima kasih sudah menyiapkan airnya’. Bersegeralah mereka bertiga bergantian wudhu dan bersiap menuju masjid yang terletak tidak jauh dari rumah kecil mereka.

Arsy mempunyai seorang bapak yang bernama Zainuddin, ia adalah seorang petani ulet dan  marbot masjid yang sedari muda semangat berbagi waktu untuk mengurus, membersihkan, merapikan masjid tanpa harus banyak mengeluh dilakukan dengan ikhlas. Setiap waktu sholat sering bertugas menjadi muazim dengan lantunan suaranya yang begitu merdu menggugah jamaah untuk sholat.Tidak lama jamaahpun datang sholat subuh dimulai dan diakhiri dengan tausiyah. Wargapun beranjak pulang meneruskan aktifitas pagi yang sudah menanti.

Keluarga Arsy kembali dengan aktifitasnya, Bu Khasanah memasak didapur dibantu Arsy mencuci piring. Pak Zainuddin sibuk mempersiapkan pupuk kandang yang akan dibawa kesawah. Sarapan pagi sudah siap tersaji dimeja kayu, bekal kesawahpun sudah dimasukkan kedalam rantang. Teh hangat dan singkong rebus menjadi menu pagi, mereka bertiga segera duduk mencuci tangan lalu membaca doa makan “Allahumma bariklana fiima rozaqtana waqina adza bannar aamiin …..” tidak perlu waktu lama singkongpun disantap dengan penuh rasa syukur diiringi canda tawa penuh keakraban. Segera mereka berganti baju yang panjang dan memakai capil agar kulit tidak terbakar sengatan panasnya matahari.

Wabah Covid-19 melanda seluruh negeri membawa dampak besar disemua lini kehidupan. Sekarang Arsy tidak belajar tatap muka disekolah, dia tidak punya handphone seperti kawan-kawannya sehingga tugas diberikan langsung oleh gurunya setiap seminggu sekali Arsy datang lalu mengambil dan mengumpulkan tugas naik sepeda dengan semangat. Pekerjan orang tuanya menjadi petani tidak membuat Arsy malu. Keadaanya yang serba terbatas tidak menjadi halangan bagi Arsy untuk belajar dan membantu orang tua. Setiap pagi Arsy ikut kesawah sembari belajar didampingi orang tuanya disela-sela kesibukan bertani.

Sawah Arsy terletak tidak jauh dari sekolahnya, perjalanan menuju kesana melalui jalan  tanah yang berkerikil. Ada sungai kecil yang mengitari sawah keluarga Arsy  sebagai sumber mata air pertanian yang diandalkan warga sekitar mengolah sawah. Tepat pukul 06.00 wib mereka sampai disawah, Bapak dan Ibunya menaruh sepeda di dekat gubuk kecil yang mereka buat untuk tempat beristirahat. Sudah tiga bulan yang lalu mereka menanam sayuran sehingga kini sudah mulai bisa dipanen. Hasilnya lumayan banyak hari ini sebagian untuk dikonsumsi sendiri, berbagi dengan tetangga dan sebagian lainnya bisa dijual kewarung.

Pak Zainuddin tampak berjalan dipematang sawah mendekati Arsy dan Ibunya. Mengajak mereka berdua untuk beristirahat dan sholat dhuha. Sembari membantu mengangkat sayuran kegubuk, mereka bertiga berjalan beriringan dipematang sawah. Sesampainnya digubuk mereka bertiga berganti baju yang bersih lalu wudhu dipancuran disungai yang airnya mengalir jernih. Dinginnya air sungai yang dipakai wudhu  menyegarkan badan,  lalu mereka sholat dhuha digubug berjamaah.

 Usai sholat dhuha bapak memberi pesan agar Arsy belajar dengan rajin sehingga kelak bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru walaupun orangtuanya hanya seorang petani. Insaya Allah dengan tekad yang kuat akan Alah akan memberikan jalan. Arsy merajuk kepada bapaknya iapun berkata “Bapak bolehkah Arsy menyampaikan keinginan untuk memiliki handphone seperti teman-teman sehingga bisa belajar daring. Tanpa harus mengambil tugas kesekolah. Mereka juga bisa mengabadikan kegiatan lewat foto. Bisa saling berkomunikasi lewat telepon atau chat. Arsy terkadang merasa sedih kenapa Arsy tidak dibelikan bapak ?.....”.

Sambil mengelus kepala Arsy bapakpun berkata”Mewabahnya Corona menjadi ujian untuk kita semua, banyak yang terinveksi kita bersyukur diberikan kesehatan. Untuk membeli handphone itu butuh uang yang banyak nduk, sementara ini bapak yang tidak punya tabungan. Uang hasil sawah digunakan untuk modal bertani dan mencukupi kebutuhan hidup, membayar uang sekolahmu.. Insya Allah jika panen kita bagus kita bisa menabung sedikit demi sedikit. nanti bisa membelikanmu handphone”.

Arsy mendengarkan dengan seksama nasehat bapaknya, diapun menitikan air mata penuh keharuan. Iapun berkata ”Maafkan Arsy yang tidak mengerti Bapak dan Ibu yang sudah susah payah, sehingga permintaanku menjadi beban pikiran. Arsy akan semangat belajar walaupun tidak memakai handphone tetap bisa mengerjakan tugas dengan baik “ . Tekad Arsya agar bisa menjadi anak yang berbakti diapun meminta agar ayah dan ibunya untuk senantiasa mendoakannya. Kemarin Ia ikut lomba menulis cerpen anak semoga tulisannya menjadi sebuah kisah yang bermanfaat.

Setiap hari Arsy didampingi ibunya belajar dimanapun, baik ketika disawah maupun  dirumah kendati hanya lulusan SD Bu Khasanah adalah sosok Ibu yang suka membaca dan perhatian.. Gubuk disawah menjadi tempat yang nyaman bagi Arsy belajar dan menyelesaikan tugas yang diberikan gurunya. Saat ini Ia duduk di kelas 6 MI Muhammadiyah Tanjung Inten Purbolinggo Gurunya bernama Bu Siti Asiyah. Pelajaran hari ini Ia mendapatkan tugas melakukan pengamatan hewan yang berkembangbiak secara ovipar atau bertelur. Lalu menuliskan laporanya kedalam lembar kerja yang sudah diberikan bugurunnya minggu lalu.

Arsy segera mengamati lingkungan sawah yang ada disekitarnya didampingi ibunya. Dari pengamatan yang dilakukan Arsy, ia dapat menyimpulkan bahwa hewan yang berkembangbiak dengan cara bertelur, Tempat hidupnya didarat adalah semut, belalang, katak, bebek, kupu-kupu. Hewan ovipar yang hidup di air yang ia temukan adalah ikan. Hari ini ia dapat pengalaman berharga bahwa lingkungan sawahnya menjadi kelas termewah. Banyak ilmu yang ia dapatkan secara langsung dan itu sangat menyenangkan. Ternyata menjadi anak petani itu membanggakan punya ruang kelas yang terbentang luas.

Tampak Bu Khasanah menghampiri Arsy untuk lalu mengajaknya segera kembali kegubuk untuk bersiap pulang sembari mampir ke sekolahnya mengumpulkan tugas. Mereka bertiga Kembali mengayuh sepeda menuju sekolah untuk menenmani Arsy mengumpul tugas. Sampailah mereka bertiga dihalaman sekolah lalu memarkirkan sepeda ditempat parker lalu berjalan menuju kantor. Segera Arsy mengucap salam lalu dibalas oleh Bu Siti Asiyah sembari mempersilahkan mereka duduk. Dengan antusias Arsy menyerahkan tugas,Bu Siti Asiyah kemudian memeriksanya beliaupun berkata” Hasil pengamatan bagus dilakukan langsung dialam, semua kriteria hewan yang disebutkan sudah benar. Walau tidak belajar daring menggunakan handphone namun selalu selesai tepat waktu dengan nilai yang baik”.

Terdengar suara laju motor melintas didepan kantor memasuki parkir guru. Ternyata yang datang adalah Pak Arief  Kurniawan Kepala MIM Tanjung Inten. Beliau lalu ikut bergabung duduk di ruang tamu, sembari menyampaikan kabar beliau berkata “Lomba menulis cerpen secara virtual  yang diadakan kantor Bahasa Propinsi Lampung yang diikuti Arsy sebulan yang lalu sudah keluar pengumumannya. Alhamdulillah Arsy mendapatkan Juara 1 jadi berhak mendapatkan  hadiah piala, sertifikat, dan uang pembinaan. Besok pagi rencananya bisa kita ambil hadiahnya, Buguru Siti Asiyah, Arsy didampingi orang tua bisa ikut bersama saya kesana dengan menggunakan protokol kesehatan”.

Sontak mereka mengucapkan “Alhamdulillah …….”. Buguru Siti Asiyah dengan wajah Bahagia berkata ”Buguru sangat bangga kepada Arsy ditengah pandemi dan keterbatasan bisa melahirkan karya yang menginspirasi. Semangat Arsy untuk terus berjuang belajar dimanapun dan kapanpun dengan kemauan yang tinggi mampu menepis Corona dengan karya nyata.” Semoga kelak kamu bisa menjadi penulis besar”. Arsypun menjawab “Aamiin …., terima kasih banyak Buguru, atas bimbingannya selama ini sudah begitu sabar mengajari Arsy menulis cerita dan puisi. Arsy akan semakin semangat menulis walau diatas kertas dengan tinta sederhana buguru bantu mengetik lalu mengirimkannya. Bagi Arsy itu sangat berharga sebuah cerpen kisah  saya dalam belajar dengan judul “Tinta Emas di Pematang Sawah” bisa menjadi juara”.

Pak Zainuddin mengucapkan terima kasih kepada Pak Arief Kurniawan selaku kepala sekolah, Bu Siti Asiyah selaku guru yang begitu sabar menmbimbing Arsy. Memohon doa dari semua agar kelak anaknya bisa mengikuti jejak mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru. Lalu mereka bertigapun ijin pamit pulang, menaiki sepeda dengan rasa bahagia sejuta asa mengiringi perjalanan hingga bayangan mereka hilang diujung jalan depan sekolah. (Endah/Hsb/Pj)