• 25 June 2025 11:18:09

Muswil APRI II Lampung: H. Azkur dan Peran Penghulu dalam Dinamika Perubahan Zaman


Bandar Lampung - Selasa 04 Januari 2025

Langit pagi di Asrama Haji Rajabasa, Bandar Lampung, tampak cerah ketika ratusan penghulu dari berbagai daerah berkumpul dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) II Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Provinsi Lampung. Suasana penuh khidmat oleh semangat diskusi dan kebersamaan. Di antara deretan kursi peserta paling depan, tampak Drs. H. Azkur, Kepala KUA Mataram Baru, duduk dengan tenang dan penuh perhatian, mencermati setiap perbincangan yang mengalir. Kesan bagi para penghulu, pertemuan ini bukan sekadar agenda tahunan, tetapi panggung untuk merumuskan langkah ke depan dalam menghadapi dinamika perubahan zaman yang semakin kompleks.

Acara resmi dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Lampung, Dr. KH. Puji Raharjo, S.S, M.Hum. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa peran penghulu bukan hanya soal administrasi pernikahan, tetapi juga tanggung jawab moral dalam membangun ketahanan keluarga dan menjaga nilai-nilai agama di tengah derasnya arus modernisasi. “Muswil ini, katanya, harus menjadi momentum strategis untuk merancang langkah-langkah konkret yang lebih progresif bagi profesi penghulu”. Kata-katanya mengalun tegas, membawa semangat baru bagi setiap peserta yang hadir.

Di hadapan para penghulu yang memenuhi ruangan, Dr. KH. Puji Raharjo, S.S, M.Hum., berdiri dengan elegan. Penuh keyakinan ia mengajak seluruh hadirin yang hadir untuk merenung lebih dalam tentang makna keberadaan mereka. “Musyawarah ini bukan sekadar rutinitas organisasi. Ini adalah momentum refleksi, sebuah cermin yang menampilkan perjalanan kita selama empat tahun terakhir,” ujarnya. Setiap kata yang meluncur terasa dalam, menyadarkan bahwa profesi penghulu bukan hanya tentang mencatat akad, tetapi tentang membangun fondasi kokoh bagi ketahanan keluarga di tengah arus perubahan zaman.

Dalam sambutannya, ia menegaskan perlunya program kerja yang lebih progresif dan adaptif, mengingat realitas sosial yang terus berkembang. Teknologi, pergeseran nilai, serta tantangan rumah tangga modern menuntut penghulu untuk lebih dari sekadar saksi pernikahan—mereka harus menjadi pemandu, mediator, dan penjaga nilai-nilai luhur dalam masyarakat. "Penghulu harus mampu menyesuaikan diri tanpa kehilangan esensi tugasnya sebagai pembimbing dan penjaga nilai-nilai sakral pernikahan." tegasnya, menatap para peserta dengan penuh harap. Ruangan hening sejenak, bukan karena bosan, tetapi karena setiap orang larut dalam kesadaran bahwa peran penghulu lebih besar dari yang sering mereka bayangkan.

Saat nama Hasbuna, Kepala KUA Kecamatan Rajabasa, disebut untuk memimpin do’a, seluruh ruangan perlahan hening. Para penghulu yang semula sibuk mencatat atau berbincang ringan kini menundukkan kepala, meresapi setiap kata yang akan dipanjatkan. Dengan suara yang lembut namun penuh kekhusyukan, Hasbuna mengawali do’a, memohon keberkahan, kekuatan, dan kebijaksanaan bagi para penghulu dalam menjalankan amanah besar mereka.

Setiap kalimat yang mengalir terasa menembus relung hati. Udara di ruangan seolah menghangat, bukan oleh suhu, tetapi oleh getaran spiritual yang menyatukan semua yang hadir. Ada yang memejamkan mata lebih dalam, ada yang mengepalkan tangan di dada, seakan meresapi setiap makna dalam do’a itu. Di tengah perubahan sosial yang begitu cepat, do’a ini bukan sekadar ritual, tetapi harapan baru—bahwa para penghulu tetap menjadi penjaga nilai-nilai keluarga, peradaban, dan ketahanan moral bangsa.

Saat do’a berakhir dengan lantunan amin yang bergema serempak, suasana masih terasa tenang. Seperti ada energi baru yang mengalir di dalam ruangan, mengingatkan bahwa tugas mereka bukan sekadar mencatat pernikahan, tetapi menjaga keberlangsungan sakralnya ikatan suci di tengah derasnya arus zaman.



H. Azkur dan Peran Penghulu di Era Modern

Di tengah derasnya arus digital dan perubahan sosial yang kian dinamis, peran penghulu tak lagi sesederhana mencatat akad dan menuntun ijab kabul. H. Azkur, Kepala KUA Mataram Baru, memahami betul bahwa di era modern ini, penghulu harus melangkah lebih jauh, lebih dalam. “Kita bukan sekadar saksi di atas buku nikah,” ujarnya dengan nada tegas. “Kita adalah penjaga, penuntun, sekaligus mediator bagi pasangan yang hendak memulai hidup bersama.”

Menurutnya, tantangan penghulu di era digital tidak hanya datang dari perubahan nilai-nilai sosial, tetapi juga dari ekspektasi masyarakat yang semakin kompleks. Dengan satu klik, pasangan bisa mengakses ribuan informasi tentang pernikahan, tetapi tidak semuanya membawa pemahaman yang benar. Di sinilah penghulu harus hadir, bukan hanya dalam seremoni, tetapi juga dalam edukasi. “Kita harus lebih profesional, lebih dekat dengan masyarakat. Jangan hanya duduk di balik meja, turunlah ke lapangan, bimbing mereka, beri pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam pernikahan,” tambahnya.

Di era modern, penghulu bukan lagi sekadar pencatat pernikahan, tetapi juga mediator dalam konflik rumah tangga, edukator bagi calon pasangan, serta penjaga nilai-nilai luhur keluarga di tengah gempuran budaya instan. H. Azkur percaya bahwa keberlanjutan ketahanan keluarga tidak hanya bergantung pada pasangan itu sendiri, tetapi juga pada bagaimana penghulu mampu mengarahkan, membimbing, dan menjadi bagian dari solusi di tengah perubahan zaman.

Musyawarah Wilayah (Muswil) II APRI di Lampung bukan sekadar pertemuan seremonial, tetapi sebuah pijakan baru bagi para penghulu untuk menatap masa depan dengan lebih sigap dan profesional. Dari diskusi yang mengalir hingga do’a yang dipanjatkan, satu pesan utama menjadi benang merah: penghulu bukan hanya pencatat pernikahan, tetapi penjaga ketahanan keluarga dan harmoni sosial di Indonesia.

Harapan besar tumbuh dari forum ini. Para penghulu berkomitmen untuk terus beradaptasi dengan perubahan zaman, memperkuat kapasitas mereka, dan lebih aktif dalam mendampingi masyarakat. Mereka menyadari bahwa tantangan di era modern semakin kompleks—dari angka perceraian yang meningkat hingga pergeseran nilai-nilai pernikahan di kalangan generasi muda. Di sinilah peran penghulu semakin krusial, bukan hanya sebagai saksi pernikahan, tetapi juga sebagai mediator, pembimbing, dan benteng moral dalam kehidupan berkeluarga.

Muswil ini menegaskan kembali bahwa penghulu harus selalu selangkah lebih maju, tidak hanya memahami aturan hukum, tetapi juga dinamika sosial yang terus berubah. Dengan semangat kebersamaan yang terjalin, para penghulu berjanji untuk menjaga marwah profesi ini dengan lebih baik, memastikan bahwa setiap pernikahan bukan sekadar sebuah seremoni, melainkan awal dari perjalanan hidup yang kokoh dan penuh makna. (Wasthan)

 

Kantor Kementerian Agama Kebupaten Lampung Timur

Jl. Sampoerna Jaya No.05 Desa Negara Nabung Kec. Sukadana Kab. Lampung Timur
Email : kablampungtimur@kemenag.go.id

Kontak Kami