Mataram Baru (18 Desember 2024).
Di balik setiap
prosesi akad nikah yang penuh khidmat, hadir sosok penghulu yang bukan hanya duta
agama tetapi juga penjaga tradisi dan simbol kesakralan. Dalam suasana penuh
haru, saat pasangan pengantin menahan debaran hati dan keluarga larut dalam harapan
dan do’a, penghulu berdiri tenang dengan senyum yang menenangkan. Senyum itu
bukan sekadar ekspresi, ia adalah cahaya yang menjembatani hati-hati yang
sedang bertaut dalam janji suci.
“Senyum penghulu
membuat kami merasa tenang di tengah momen paling mendebarkan dalam hidup
kami.” Ucap Dendi Kurniawan, salah sorang pengantin yang baru saja mengucap
ijab qabul pagi ini, Rabu 18 Desember 2024. Ini
membuktikan bahwa kata-kata dan aura damai seorang penghulu mampu
menciptakan atmosfer akad nikah menjadi lebih hidup, mengubah momen tegang
menjadi penuh makna. Di sini penghulu bukan hanya berperan sebagai pembaca do’a
saja, melainkan figur yang menghadirkan harmoni di tengah keheningan suci
pernikahan.
Penghulu sering kali
hadir sebagai mediator di balik layar, meredakan ketegangan keluarga atau
menyelaraskan perbedaan pandangan sebelum akad berlangsung. Dengan
kebijaksanaan yang mengalir menyampaikan agar semua persyaratan dapat terpenuhi
tanpa mengganggu esensi pernikahan itu sendiri. Penghulu memastikan bahwa
prosesi ijab-qobul yang suci dan agung berjalan sempurna sesuai tuntunan
agama dan hukum yang berlaku.
“Tugas saya bukan
hanya memastikan akad berlangsung lancar, tetapi juga menjaga agar semua pihak
merasa dihormati dan tenang, karena itu adalah dasar dari sebuah pernikahan
yang kuat.” ujar Drs. H. Azkur, seorang penghulu berpengalaman. Ia bukan hanya
pelaksana administrasi, melainkan penjaga nilai-nilai luhur pernikahan, yang
mampu merangkul perubahan zaman tanpa mengesampingkan esensi tradisi. Dalam
diamnya, penghulu menjadi sosok yang memadukan dunia keluarga dan dua hati yang
tengah berbunga.
Perjuangan yang Tak Terlihat
Namun, di balik semua itu, ada perjuangan yang sering kali luput dari
perhatian. Penghulu tak jarang harus menempuh perjalanan jauh ke lokasi
terpencil, menghadapi cuaca buruk, atau melangsungkan akad di tengah keterbatasan
fasilitas. Kisah mereka adalah narasi dedikasi tanpa pamrih, di mana setiap
langkah yang melelahkan dijalani dengan keikhlasan.
“Kadang, jalanan
berlumpur atau fasilitas seadanya menjadi tantangan, tetapi tugas ini adalah
pengabdian,” ujar Retno Setiawan SB., S.H.I., M.H. seorang penghulu yang baru
saja menyelesaikan tugas di sebuah desa terpencil. Meski menghadapi rintangan
fisik dan mental, senyum mereka tetap hadir, menyalurkan rasa nyaman bagi
pasangan pengantin di hari terpenting hidup mereka.
Sebuah Renungan
Di balik senyum penghulu tersimpan
dedikasi yang abadi. Ia adalah figur yang mengukuhkan janji cinta dalam prosesi
yang penuh makna, menjaga harmoni antara dua keluarga, dan menjadi penerang di
momen-momen yang sarat emosi. Senyum yang ia pancarkan menjadi simbol cinta dan
pengabdian, menghidupkan janji suci yang akan bertahan selamanya.
Sebagai penjaga
tradisi dan pengantar kebahagiaan, penghulu dengan senyumnya memastikan cinta
dua jiwa tetap hidup dalam harmoni, menjadi warisan yang tak ternilai bagi
kehidupan keluarga baru. " Wasthan"